Tidak Lama Lagi Masyarakat Dihidangkan Janji Manis
( Obrolan Warung Kopi)


Makassar ~ Tahun 2024 akan di helat hajat “pesta demokrasi lokal” yang disebut dengan Pemilihan Calon Anggota legislatif (calek) secara serentak termasuk Kabupaten,Kota, dan ini adalah merupakan tahun janji politik ( Calek ) yang membutuhkan partisipasi masyarakat untuk menentukan calon pemimpin lokal untuk menerima mandatory amanat.
Atmosfir musim obral janji politik sudah mulai terasa sejak pertengahan tahun 2021 yang lalu hingga saat ini, hal ini adalah sudah sangat lumrah dalam model politik yang “diaunut” dalam tatanan demokrasi yang berlaku saat ini.
Obral janji politik itu terjadi sejak masa atau fase filterisasi bakal calon Anggota legislatif untuk mendapatkan “tiket” rekomendasi partai bagi yang hendak mencalonkan diri melalui kendaraan partai politik dan dukungan melalui pengumpulan kartu tanda pendukung bagi yang hendak berangkat melalui licik dan bohong mereka mengobral janji, tiada lain agar dipilih oleh para pemegang kekuasaan untuk memilih yakni rakyat bagi yang sudah memenuhi syarat memilih sebagaiamana diatur oleh ketentuan terkait dengan pemilihan di Sona masing~masing, sehingga keinginan jadi anggota DPRD, dan jadi yang notabene sebagai penerima madat publik dapat terwujud, maka berbagai janji pun diobral untuk menarik simpati, sehingga ketika pemegang hak pilih akan menggunakan hak pilihnya terhipnotis untuk menentukan pilihannya kepadanya.
Obral janji ini tentu akan terus terjadi dan berlangsung sampai dengan detik-detik masing-masing orang menggunakan hak pilihnya, walaupun masa kampanye sudah ditutup rapat secara normatif namun secara factual hal itu akan terus terjadi.
Obral janji politik memang sangat asyik dikumandangkan, dan terdengar Indah untuk didengar, misalkan obral janji, jika saya terpilih akan memakmurkan, mensejahterakan dan membuat masyarakat sentosa, akan menyediakan itu dan itu, membebaskan ini dan ini serta membangun ini termasuk yang itu.
Sasaran target politikpun akan banyak yang terbius oleh obral-oral janji politak-politik, namun mungkin banyak juga yang sudah tidak percayai lagi terhadap obral janji calon atau calek daerah, berkaca pada pemilu-pemilu ataupun pilkada-pilkada yang telah berlangsung sebelumnya, karena banyak pemimpin yang ketika sudah duduk dalam tahta singgasana tidak menepati janji-janjinya dan justru lebih daripada itu mengamankan posisi diri, keluarga dan elit-elit kolega pendukungnya ketimbang memenuhi janjinya kepada rakyat pada masa sebelum terpilih.
Beberapa fakta menunjukan bahwa ketika mereka sudah terpilih dan duduk pada tahta singgasana sebagai anggota DPRD, seringkali lupa atau pura-pura lupa terhadap janji-janji yang pernah diobralkan dihadapan masyarakat pada saat melakukan kampanye baik yang dilakukan oleh calon itu sendiri maupun oleh tim suksesnya termasuk oleh partai-partai pengusung maupun pendukungnya.
Seringkali mereka asyik, sibuk dengan dunianya sendiri sebagai pemimpin Bersama dengan elit kolega-koleganya. Herankah…? Ketika janji itu, ditagih atau dipertanyakan, dijawab enteng dengan mimik wajah yang dingin, datar seolah tanpa beban dengan obral janjinya, “Lah saya kan tidak janji itu-itu kan, saya tidak pernah bilang begitu,” dan mungkin dengan bahasa-bahasa joyo endo lainya (menghindar). Dia berkelit dengan pembenarannya sendiri, bahwa yang namanya janji politik tidak perlu terlalu perlu untuk dipusingkan, janji politik bisa atau boleh tidak ditepati.
Jika kita mungkin sepakat bahwa janji adalah hutang (apapun agama dan keyakinanya), maka apakah janji politik Pilkada adalah termasuk katagori hutang yang harus dibayar. Jika janji politik adalah merupakan janji akad kontrak politik kepada publik atau janji kepada banyak orang yang harus ditepati, maka tidak ada alasan untuk tidak ditunaikan. Selamat menyongsong dengan janji yang aduhai dengan riang gembira dan apa adanya serta wajar-wajar saja kamase….!
( Dahlan Sapa )