Presiden Jokowi Membawa Pemimpin Negara dan Deputi KTT G20 Menanam Mangrove Di Taman Hutan Raya

SAKSI HUKUM INDONESIA,JAKARTA- Kebolehan mangrove Presiden Jokowi yang membawa pemimpin negara dan deputi KTT G20 menanam mangrove di Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Denpasar Bali menuai kritik.

Parid Ridwanuddin Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia mengatakan mangrove sering dijadikan “barang dagangan” di sejumlah forum internasional.

“Di forum-forum internasional mangrove itu jadi barang dagangan atau barang jualan kami menyebutnya begitu,” ucapnya, Rabu, (16/11/22).

Menurut Parid, apa yang dilakukan Jokowi bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah.

Parid berkata pemulihan mangrove yang didorong oleh pemerintah bertabrakan dengan rencana pemerintah sendiri seperti melanjutkan proyek reklamasi di berbagai wilayah di Indonesia.

Walhi mencatat proyek reklamasi di Indonesia yang eksisting seluas 79.348 hektar dan akan terus dibangun seluas 2.698.734,04 hektar pada 2022.

Luasan tersebut berdasarkan data yang tercatat dalam dokumen Perda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di 22 provinsi di Indonesia.

Hutan mangrove di berbagai wilayah pesisir di Indonesia hancur dan rusak oleh proyek reklamasi.

Keberadaan mangrove semakin berkurang tiap tahun ke tahunnya. Melihat data FAO yang diterbitkan pada tahun 2007 dalam dokumen The World’s Mangroves 1980-2005, FAO mengkover penurunan luasan hutan mangrove yang sangat signifikan. Dari tahun 1990 ke tahun 2000 saja telah hilang seluas 35.000 hektare.

Rinciannya, pada 1980, luasan mangrove tercatat seluas 4.200.000 hektare. Pada 1990, semakin menurun menjadi 3.500.000 hektare. Pada 2000, tercatat luasanya hanya 3.150.000

Semakin ke sini, luasan hutan mangrove semakin terkikis. Pada 2005, tercatat hanya 2.900.000 hektare. Dari 2000 ke 2005 telah hilang seluas 50.000 hektare. Artinya, dalam rentang waktu 1980-2005, telah hilang hutan mangrove seluas 1.300.000 hektare.

BACA JUGA:  Polresta Mataram Evakuasi Status Kuo Penemuan Mayat Seorang Wanita Paruh Baya

Berdasarkan data Statistik Sumber Daya Laut dan Pesisir 2020, total luasan hutan mangrove tercatat seluas 2.515.943,31 hektar. “Data ini menggambarkan kondisi mangrove di Indonesia dalam kondisi yang tidak baik-baik saja,” ujarnya.

Kondisi itu juga diperparah dengan ketidakseriusan pemerintah dengan menerbitkan aturan yang justru mengancam keberadaan hutan mangrove. Pada akhir 2020 lalu, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Pasal 5 UU Cipta Kerja tersebut mengatur tentang panas bumi melegalkan tambang panas bumi di wilayah perairan. Hal ini, kata dia, akan menghancurkan hutan mangrove di Indonesia. “Ini melegalkan perusakan mangrove untuk pembangunan proyek strategis nasional,” ujarnya.

Parid mengatakan hingga saat ini hutan mangrove tidak lepas dari ancaman WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan). Di kawasan hutan mangrove tercatat luasan tambang mencapai 48.456,62 hektare. Dia pun mendesak pemerintah untuk berani merevisi sejumlah aturan yang menghamba rehabilitasi mangrove.

Sebab, keberadaan mangrove amat penting. Mangrove dapat mencegah erosi pantai dan salah satu sarana yang sangat penting untuk menyelamatkan garis pantai dari perairan laut. Manfaat lainnya, mangrove dapat menjadi katalis tanah dan air laut, menjadi habitat yang nyaman bagi makhluk hidup atau organisme lain, menjadi sumber pakan ternak, dapat mencegah pemanasan global, menjaga kualitas air dan udara.

“Yang seharusnya dilakukan pemerintah bukan hanya mengajak pemimpin negara-negara lain menanam sehabis itu selesai. Tetapi, lebih dari itu merevisi aturan yang bisa merusak mangrove,” ucapnya.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *