Mekanisme Pengunduran Diri Kepala Daerah / Wakil Kepala daerah menurut Undang-undang yang mengatur Tentang Pemerintahan Daerah Dalam Perspektif Kepentingan Politik dan Regulasinya

Oleh : Dr.(C) Mohamad Subito, S.H., M.H. CPCLE., CPM.*
Pengunduran diri kepala daerah diatur dalam Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah.
Undang-undang ini telah dua kali mengalami perubahan yakni UU nomor 2 tahun 2015 dan UU nomor 9 tahun 2015.
Tentang pengunduran diri kepala daerah diatur dalam pasal 78 dan 79 UU tentang Pememrintah Daerah. Kepala daerah bisa mundur dengan tiga alasan yakni; meninggal dunia, permintaan sendiri atau diberhentikan.
Kata ‘permintaan sendiri’ yang dimaksud dalam undang-undang tersebut,
adalah dengan alasan untuk kepentingan yang lebih besar. “Misal, kalau gubernur tiba-tiba suatu saat terpilih menjadi Presiden, maka dalam UU pemerintah daerah itu dibuka peluang untuk berhenti karena pejabat politik untuk kepentingan lebih besar maka dia bisa berhenti,”
“Kalau (mengundurkan diri) untuk memudahkan anak, istri, keponakan, maju, maka sudah barang pasti sikap Pak Mendagri tidak akan merespon terhadap pengunduran diri tersebut,”
Dan bilamana pengunduran diri tersebut bersifat kinerja yang tidak mendapatkan keadilan atau dalam bentuk persesuaian pengemban Jabatan,,
Maka Menteri dalam negeri akan mengevaluasi terlebih dahulu sebab dan penyebab dalam Teks pengunduran diri oleh Kepala daerah maupun wakil kepala daerah.
Berikut ini aturan pengunduran diri seorang kepala daerah menurut UU nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah.
Pasal 78
(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti
karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.
(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. berakhir masa jabatannya;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
c. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepaladaerah/wakil kepala daerah;
d. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b;
e. melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j;
f. melakukan perbuatan tercela;
g. diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan;
h. menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen; dan/atau
i. mendapatkan sanksi pemberhentian.
Pasal 79
(1) Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat (2) huruf
a dan huruf b diumumkan oleh pimpinan DPRD dalam rapat paripurna dan diusulkan oleh pimpinan DPRD kepada Presiden melalui Menteri untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota untuk mendapatkan penetapan pemberhentian.
(2) Dalam hal pimpinan DPRD tidak mengusulkan pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden memberhentikan gubernur dan/atau wakil gubernur atas usul Menteri serta Menteri memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota atas usul gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
(3) Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak mengusulkan pemberhentian bupati dan/atau wakil bupati
atau wali kota dan/atau wakil wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.
Maka sebagai kesimpulan penulis, dalam hal ini sifat pengunduran diri kepala daerah maupun wakil kepala daerah dengan alasan yang di maksud dalam peraturan perundangan di atas, sudah selayaknya sesuai pasal 78 ayat (2) huruf b dan d.
Maka Menteri dalam negeri harus bersikap demi kepentingan Masyarakat di wilayah yang dipimpinnya, harus merekonstruktif apa yang menjadi permasalahan yang selama ini menjadi dasar permohonan pengunduran diri dari seorang kepala daerah maupun wakil kepala daerah.
Sekian semoga bermanfaat…
Ttd
Penulis.