Perlunya Pemerintah Sulsel Perbaikan Tata Kelola PMI
Sulsel ~ Pemerintah memutuskan akan segera mengkaji kembali perbaikan tata kelola penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017. Keputusan tersebut disampaikan Kepala Negara dalam rapat terbatas bersama sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Merdeka, Jakarta,beberapa bulan lalu.
“Membahas tentang perbaikan tata kelola penempatan pekerja migran Indonesia. Dan kita sebenarnya sudah punya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017, kita akan coba reviu Undang-Undang ini.
“Kita berharap masing-masing daerah ini menjalankan kewajibannya seperti yang diatur di Undang-Undang 18/2017.Pak Mendagri sudah sepakat untuk melakukan semacam rakor yang melibatkan pemerintah daerah
menyebut bahwa evaluasi tersebut akan melibatkan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017.
Seharusnya pihak pemerintah provinsi Sulawesi Selatan membenahi pekerja migran Indonesia(PMI),” agar tidak ada lagi kesalah pahaman dengan pengurus pekerja migran Indonesia, yang selama ini sering dijadikan sebagai tersangka perdagangan manusia.
Seperti contohnya beberapa orang yang sekarang sudah menjadi terpidana tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Hingga sekarang belum ada kepastian hukumnya.
Jangan menyalahkan calon pekerja migran Indonesia yang berangkat dengan sendiri-sendirinya bahkan mereka juga membayar untuk pemberangkatannya. Jadi jangan juga disalahkan kepada pengurus yang memberangkatkan pekerja migran Indonesia ke Pontianak menuju ke Serawak karena terlalu banyak proses dan prosedur yang berkelok-kelok sehingga pengurus dan calon pekerja migran ingin berangkat sendiri-sendiri dan itu bukan tindak pidana perdagangan orang ataupun penjualan orang;” tapi dengan keinginan sendiri untuk berangkat agar cepat mendapat rezeki dan pekerjaan di sana tegas Dahlan Sapa.
Yang menjadi yang menjadi masalah sekarang adanya sertifikasi harus dilakukan kursus enam bulan. Menurut kami itu tidak perlu ada kursus enam bulan kalau hanya pekerja ladang sawit dan rata-rata yang berangkat terkadang tidak punya sekolah dan tidak tahu membaca.
Pemerintah Sulawesi Selatan harusnya jadi melihat kondisi calon pekerja migran Indonesia khususnya untuk ke sarawa, karena yang berangkat ke Serawak tidak lain pekerjanya adalah di ladang sawit dan tidak ada yang menjadi pembantu rumah tangga atau sistem rumah tangga.
Kami juga sudah memantau di perbatasan Entikong di sana sangat berpeluang pekerja migran Indonesia untuk masuk secara ilegal. Diakibatkan kurangnya pengawasan tutur Dahlan Sapa.
Ka,Biro Makassar.”