. “”
TULUNGAGUNG,-Aksi unjuk rasa besar-besaran yang dilakukan gerakan Pejuang Gayatri pada Kamis (11/9/2025) di depan Kantor BPN dan DPRD Tulungagung mendapat sorotan dari pemerhati sekaligus pakar hukum Tulungagung, berinisial EW. Ia menilai bahwa langkah menggerakkan massa bukanlah solusi tepat dalam menyelesaikan persoalan hukum maupun kebijakan pemerintahan.
EW menegaskan, seorang ahli hukum seharusnya mampu memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang bagaimana proses hukum berjalan sebagai upaya membela hak mereka, bukan justru mengarahkan mereka untuk turun ke jalan.
> “Ketika pengajuan gugatan di pengadilan, harus dipenuhi syarat formal maupun material. Setelah itu baru berproses melalui persidangan, dan pengadilan akan mengeluarkan putusan yang bersifat final serta mengikat para pihak. Kalau tidak puas, masih ada upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi, bahkan kasasi ke Mahkamah Agung,” jelas EW.
Ia menilai, pihak-pihak yang memilih menggerakkan massa justru dianggap tidak cukup berani berproses melalui jalur hukum. Hal ini menurutnya berisiko, karena melibatkan massa yang tentu berharap berhasil, padahal penyelesaian hukum mestinya ditempuh lewat mekanisme yang sah.
> “ pihak yang menggerakkan massa itu sebenarnya kurang brani untuk berperkara melalui jalur hukum. Seharusnya cukup upayakan lewat mekanisme yang benar dan baik. Jangan malah membakar api yang sudah padam, dinyalakan kembali,” tegasnya.
Selain itu, EW mengingatkan dampak sosial dan administratif dari aksi demo yang menyasar kantor pemerintahan. Menurutnya, kondisi tersebut bisa mengganggu pelayanan publik, menimbulkan keresahan, dan merugikan masyarakat kecil.
> “Masyarakat butuh ketenangan dalam mencari nafkah. Kalau kantor jadi sasaran demo, jelas proses administrasi bisa lumpuh karena adanya kekhawatiran. Ini menghambat pekerjaan banyak orang,” ujarnya.
Ia juga menyoroti potensi lumpuhnya jalannya pemerintahan bila aksi demo dilakukan terus-menerus. Menurutnya, konsentrasi penyelenggara negara akan terpecah, sementara anggaran habis untuk pengamanan, dan akhirnya rakyat juga yang terkena dampak.
> “Kalau demo sering terjadi, kondisi pemerintahan bisa lumpuh. Konsentrasi terbagi, anggaran keluar cuma-cuma, dan masyarakat yang akan dirugikan imbasnya,” imbuh EW.
Sebagai penutup, EW menekankan bahwa praktisi hukum seharusnya hadir sebagai pemberi pencerahan, bukan penggerak massa. Ia juga mengingatkan agar pemerintah tidak selalu dijadikan kambing hitam dalam setiap masalah.
> “Kita juga perlu menjaga keseimbangan, supaya suasana tetap hidup, tapi pemerintah juga jangan terus disalahkan,” pungkasnya.(Ft)