Nganjuk,-Aroma busuk dugaan korupsi kembali menyeruak dari lingkungan birokrasi Pemerintah Kabupaten Nganjuk. Sujono, Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPKeu) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Nganjuk, resmi ditahan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk setelah diduga kuat memanfaatkan jabatannya untuk menekan penyedia jasa proyek agar menyetor uang secara rutin setiap bulan.
Kepala Kejari Nganjuk, Yan Aswari, mengungkapkan bahwa penyidik menemukan bukti kuat terkait praktik setoran ilegal tersebut. Dugaan pungutan dilakukan sejak Sujono ditetapkan sebagai PPK pada 18 Oktober 2024, dengan nilai yang mengejutkan — mencapai Rp70 juta setiap bulan, atau total Rp840 juta selama tahun anggaran 2024.
> “Nilainya tidak main-main, sekitar Rp70 juta per bulan. Total dugaan setoran mencapai Rp840 juta selama tahun anggaran 2024,” tegas Yan Aswari dalam keterangannya, Rabu (9/10/2025).
Menurut penyidik, modus yang digunakan cukup licik. Dengan alasan agar proyek tidak dipersulit secara administrasi, Sujono diduga memanfaatkan posisinya untuk menekan pihak rekanan agar menyerahkan sejumlah uang sebagai “jaminan kelancaran” pelaksanaan kegiatan. Praktik seperti ini jelas merupakan bentuk penyalahgunaan jabatan dan pemerasan terselubung yang merusak sendi integritas birokrasi daerah.
Kejari Nganjuk menegaskan penyidikan kasus ini tidak akan berhenti pada satu tersangka. Penyidik tengah menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain, baik dari internal Dinas Kominfo maupun pihak kontraktor yang diduga ikut menikmati aliran dana hasil pungutan tersebut.
> “Kami akan kembangkan ke arah siapa saja yang ikut menikmati aliran dana tersebut. Tidak tertutup kemungkinan muncul tersangka baru,” tegas Yan Aswari.
Informasi yang dihimpun menyebut, sejumlah saksi dari pihak penyedia jasa proyek telah dimintai keterangan dan mengakui adanya permintaan setoran bulanan. Bahkan, sebagian uang diduga disalurkan untuk kepentingan pribadi pejabat tertentu di lingkungan dinas.
Usai menjalani pemeriksaan intensif selama beberapa jam, Sujono langsung digiring ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Nganjuk untuk menjalani masa penahanan 20 hari pertama. Saat keluar dari ruang penyidikan, ia tampak mengenakan rompi tahanan berwarna oranye dan bungkam seribu bahasa ketika dicecar pertanyaan oleh wartawan.
Sumber internal Kejari menyebutkan, penahanan dilakukan untuk memperlancar proses penyidikan sekaligus mencegah kemungkinan hilangnya barang bukti dan pengaruh terhadap saksi-saksi lainnya.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi Dinas Kominfo Nganjuk, yang sejatinya memegang peran penting dalam mendorong transparansi informasi publik, digitalisasi pemerintahan, dan pengawasan berbasis teknologi. Ironisnya, institusi yang seharusnya menjadi simbol keterbukaan justru terseret kasus dugaan korupsi yang mempermalukan citra pemerintahan daerah.
Sejumlah aktivis antikorupsi dan pegiat transparansi publik di Nganjuk menilai, praktik semacam ini menunjukkan bahwa pengawasan internal Pemkab masih lemah dan cenderung permisif terhadap penyalahgunaan kekuasaan di level teknis proyek.
> “Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan publik. Dinas yang seharusnya mengedepankan keterbukaan justru bermain di wilayah gelap korupsi,” ujar salah satu aktivis antikorupsi lokal menyoroti kasus tersebut.
Publik kini menunggu langkah tegas Pemkab Nganjuk, terutama Bupati dan Inspektorat Daerah, untuk bersikap transparan dan tidak melindungi oknum pejabat yang diduga terlibat.
Kasus ini sekaligus menjadi peringatan bahwa penyalahgunaan wewenang, berapa pun nilainya, tetap merupakan bentuk kejahatan terhadap keuangan negara dan moral pemerintahan.(Ft)