Drama Panas Migran Taiwan vs Kacung Motor: Fitnah, Media Sosial, dan Laporan Polisi yang Mengguncang Publik

Tulungagung – Perseteruan panas antara Suci, migran asal Taiwan, dengan Kacung, pemilik showroom mobil sekaligus pengusaha motor, kini telah berubah menjadi perang hukum yang memicu kontroversi luas di media sosial. Konflik pribadi yang awalnya bersifat internal kini menjadi tontonan publik, penuh drama, fitnah, dan spekulasi yang membuat masyarakat serta warganet terpecah.

Perseteruan ini bermula dari unggahan Suci di media sosial, yang menuduh Ika, istri pertama Kacung, dan Monik, istri kedua, dengan tuduhan open BO, memiliki pacar di luar, hingga “membeli laki-laki”. Tuduhan ini langsung dianggap fitnah berat oleh keluarga Kacung karena menodai nama baik mereka.

Laporan resmi pertama dilayangkan oleh Ika pada 10 September 2025 di Polda Jawa Timur. Ika dengan tegas menolak tuduhan tersebut:

> “Ini fitnah. Tuduhan keji ini merusak nama baik keluarga. Kami dirugikan dan sakit hati. Semua yang dituduhkan itu bohong!”

Selang hampir satu bulan, tepatnya 2 Oktober 2025, giliran Monik, istri kedua Kacung, yang melaporkan Suci ke Polres Tulungagung. Monik menilai unggahan Suci telah melampaui batas kewajaran dan menyerang kehormatan keluarga.

Kacung sendiri menekankan, dirinya masih dapat menerima kritik terhadap bisnisnya, tetapi serangan yang menargetkan keluarganya adalah hal yang tidak dapat ditoleransi:

> “Kritik boleh, fitnah tidak. Keluarga saya bukan untuk dijadikan sasaran serangan publik.”

Respons Suci pun tidak kalah panas. Melalui akun TikTok, ia menantang langkah hukum yang ditempuh keluarga Kacung. Unggahan tersebut langsung memicu reaksi keras warganet: sebagian mendukung Kacung, sebagian lagi membela Suci. Tangkap layar unggahan menjadi bukti tambahan yang memperkuat laporan polisi.

BACA JUGA:  Personil OMP Polres Singkawang Laksanakan Pengamanan Kampanye Paslon Walikota dan Wakil Walikota Singkawang*

Kuasa hukum Kacung, Muhlashon, menegaskan:

> “Setiap orang berhak berkomentar di media sosial, tetapi ada pertanggungjawaban hukum jika komentar itu berupa fitnah dan pencemaran nama baik yang merugikan seseorang. Terlapor telah memenuhi unsur pidana sesuai Pasal 27 Ayat (3) dan Pasal 45 Ayat (4) UU ITE, yang terbaru diubah melalui UU No.1/2024. Penegakan hukum harus adil, melindungi individu dan masyarakat, serta memastikan rasa keadilan terpenuhi.”,(3/10/2025).

Kasus ini menjadi cermin nyata sisi gelap media sosial, di mana konflik pribadi dapat meledak menjadi perang opini publik, memecah dukungan warganet, dan memaksa aparat hukum turun tangan. Fenomena ini juga menunjukkan bahwa fitnah digital tidak lagi sekadar perdebatan online, tetapi memiliki konsekuensi hukum nyata yang serius.

Dengan dua laporan resmi kini berada di tangan aparat penegak hukum, publik terus menanti langkah selanjutnya: apakah kasus ini akan berlanjut ke pengadilan, ataukah pihak-pihak yang berseteru akan mencari jalan damai.

Yang pasti, kasus ini memberi peringatan keras bagi siapa pun: media sosial bukan zona bebas dari hukum, dan penyebaran fitnah bisa berdampak langsung pada nama baik dan kehidupan pribadi seseorang. Penegakan hukum harus berjalan tegas agar publik mendapat keadilan, dan individu yang dirugikan mendapatkan perlindungan penuh.

Perseteruan Suci vs Kacung Motor kini tidak hanya tentang konflik pribadi; ia telah menjadi drama hukum dan sosial yang mencerminkan risiko media sosial, sekaligus tantangan bagi aparat penegak hukum untuk menegakkan keadilan secara transparan dan adil.(Ft)

Mungkin Anda juga menyukai