Jerit Petani terkait Pengadaan Pupuk di Kec. Bontocani, Kab. Bone 

Oleh: Muh. Rizal Bahri, SH 

(Aktivis & Pemerhati Sosial)

Di pelosok Kabupaten Bone, khususnya di Kecamatan Bontocani, para petani menghadapi kenyataan pahit belum lama ini, pupuk subsidi dijual hingga Rp165.000 per sak. Padahal, aturan pemerintah sudah sangat jelas dan tegas.

Melalui Peraturan Menteri Pertanian No. 10 Tahun 2022 jo. Peraturan Menteri Pertanian No. 4 Tahun 2025, Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi ditetapkan sampai level pengecer (Lini IV) sebagai berikut:

Urea: Rp112.500 per sak (50 kg) NPK Phonska: Rp115.000 per sak (50 kg)

Artinya, harga tersebut adalah harga final di tangan petani, termasuk di desa terpencil seperti 10 desa di Kec.Bontocani. Tidak ada satu pun pasal yang memperbolehkan adanya tambahan biaya di luar HET, termasuk alasan “biaya angkut”.

Hal ini juga ditegaskan dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 4 Tahun 2023, yang menyatakan bahwa:

“Distributor dan pengecer dilarang menjual pupuk subsidi melebihi Harga Eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah.”

Lalu, mengapa petani di Bontocani harus membayar lebih mahal? Mengapa beban distribusi/biaya angkut dialihkan ke pundak petani, sementara regulasi mengunci harga sampai tingkat pengecer?

Jika pengecer merasa terbebani biaya distribusi, maka itu menjadi urusan mereka dengan distributor, bukan dibebankan kepada petani. Regulasi telah mengunci harga, dan siapa pun yang menjual melebihi HET dapat dianggap melanggar hukum dan berpotensi dijerat sanksi administratif hingga pidana sesuai Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Ini lebih dari sekadar pelanggaran aturan administratif. Ini adalah bentuk penghisapan ekonomi terhadap rakyat kecil yang hidup dari tanahnya sendiri. Setiap sak pupuk yang dijual melebihi HET adalah simbol nyata ketidakadilan dan pengabaian hukum.

BACA JUGA:  Jajaran TNI & Polri Terus Kerkomitmen Memperkuat Sinergisitas Mengawal Pelaksanaan Pemilu

Petani kita tidak meminta subsidi tambahan. Mereka hanya menuntut hak yang telah diatur secara sah oleh negara. Mereka ingin bertani tanpa harus memilih antara membeli pupuk atau menyekolahkan anak. Mereka ingin keadilan, bukan belas kasihan.

Pemerintah Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel) Dinas Pertanian, Satgas Pangan, dan aparat penegak hukum harus bergerak. Tidak cukup hanya menyalurkan pupuk, mereka wajib memastikan bahwa pupuk itu benar-benar sampai ke tangan petani dengan harga yang sesuai ketentuan hukum.

Andi Muh. Asdar, SH mengungkapkan, bahwa jika tidak, maka negara hanya hadir dalam teks regulasi, tapi absen di tengah penderitaan petani.

Selanjutnya di tambahkan Sekiranya di temukan adanya Oknum yang mencoba bermain dan memperoleh keuntungan sepihak tanpa di dasari oleh regulasi yang ada maka hanya satu kata Usut, lawan dan penjarakan oknum nya,saya rasa sudah cukup penderitaan yang di rasakan masyarakat terkhusus Masyarakat Bonto Cani.

Mungkin Anda juga menyukai