SMSI Gelar Diskusi Nasional: Kupas Tuntas UU ITE Terbaru dan Tantangan Media Baru Digital
JAKARTA,-Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Pusat akan menggelar Diskusi Nasional pada Selasa, 28 Oktober 2025, sebagai langkah strategis dalam merespons dinamika pesat media digital dan perubahan regulasi hukum nasional melalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terbaru.
Diskusi ini akan mengangkat tema utama mengenai UU ITE Nomor 1 Tahun 2024 yang merupakan perubahan kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008, sekaligus mengupas peran dan tantangan media baru seperti podcast, YouTube, hingga platform digital yang kini semakin mendominasi ruang publik.
Ketua Umum SMSI, Firdaus, menegaskan bahwa kegiatan ini menjadi sangat penting mengingat banyak pelaku media digital dan kreator konten yang belum memahami secara utuh rambu-rambu hukum dalam UU ITE terbaru.
“Diskusi ini akan memberikan pemahaman lengkap bagi pelaku media baru tentang batasan hukum dalam memproduksi dan menyebarluaskan konten digital agar tidak terjerat pasal-pasal UU ITE Nomor 1 Tahun 2024,” ujar Firdaus, Senin (27/10/2025).
Menurutnya, maraknya kasus hukum yang menjerat individu akibat penyebaran informasi elektronik menunjukkan masih kurangnya pemahaman terhadap unsur-unsur pelanggaran hukum dalam ranah digital. Oleh karena itu, SMSI merasa perlu hadir memberikan edukasi agar para pelaku media dapat lebih berhati-hati dan profesional.
“Teman-teman jangan sampai terperosok dalam pasal UU ITE hanya karena ketidaktahuan. Lewat forum ini, kita pahami bersama bagaimana menavigasi regulasi dengan tepat,” tegasnya.
Diskusi ini akan dilaksanakan secara hybrid, yakni tatap muka di kantor SMSI Pusat, Jalan Veteran, Gambir, Jakarta Pusat, serta melalui platform daring untuk peserta dari berbagai daerah. Acara ini akan diikuti pengurus SMSI pusat serta perwakilan SMSI provinsi dari seluruh Indonesia.
Sebagai moderator, SMSI menghadirkan Mohammad Nasir, Dewan Pakar SMSI sekaligus wartawan senior yang pernah berkarier di Harian Kompas. Dengan pengalaman panjang di dunia media, Nasir diharapkan mampu memfasilitasi diskusi dengan tajam dan terarah.
Diskusi ini menghadirkan empat narasumber kompeten lintas disiplin yang akan memberikan sudut pandang hukum, komunikasi, jurnalistik, hingga praktik media digital:
1. Prof. Dr. Reda Manthovani, S.H., LL.M – Dewan Pembina SMSI sekaligus Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) Kejaksaan RI.
Reda memulai karier hukumnya dari Fakultas Hukum Universitas Pancasila (1988–1992). Ia kemudian melanjutkan S2 di Faculté de Droit de l’Université Aix-Marseille III, Prancis (2001–2002), sebelum meraih gelar doktor di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Ia juga dikenal pernah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta.
2. Prof. Dr. Drs. Henry Subiakto, S.H., M.Si – Guru Besar Universitas Airlangga dan pakar komunikasi politik.
Henry memiliki rekam jejak panjang sebagai wartawan, Ketua Dewan Pengawas LKBN Antara, serta pernah menjadi Staf Ahli Menkominfo Bidang Komunikasi dan Media Massa. Ia dikenal sebagai pakar regulasi media dan komunikasi publik.
3. Dahlan Dahi – Anggota Dewan Pers dan CEO Tribun Network.
Dahlan pernah menjabat Pemimpin Redaksi Tribun Timur dan saat ini juga menjadi Ketua Komisi Digital Dewan Pers. Pengalamannya dalam mengembangkan jaringan media siber nasional memberi perspektif praktis dalam pengelolaan media digital yang profesional dan berintegritas.
4. Rudi S. Kamri – Konten kreator dan pendiri Kanal YouTube Kanal Anak Bangsa TV (didirikan Oktober 2020).
Ia dikenal aktif mengangkat berbagai isu nasional, khususnya yang berkaitan dengan politik dan kebijakan publik. Kehadirannya mewakili sudut pandang kreator digital independen yang kini turut menjadi bagian ekosistem media baru.
Diskusi ini diharapkan tidak hanya menjadi ajang pemahaman hukum, tetapi juga menjadi refleksi atas perubahan lanskap media di era digital. Munculnya media sosial, podcast, vlog, hingga kanal YouTube yang bersifat personal dan instan telah menggeser pola konsumsi informasi masyarakat.
SMSI melihat bahwa tanpa regulasi dan literasi hukum yang memadai, pelaku media baru berisiko besar berhadapan dengan hukum, terutama dalam hal penyebaran informasi yang mengandung unsur fitnah, hoaks, ujaran kebencian, atau pelanggaran privasi.
“Melalui forum ini, kita ingin memastikan bahwa pelaku media digital tidak hanya kreatif dan produktif, tetapi juga memahami etika jurnalistik dan taat hukum,” tandas Firdaus.
SMSI berharap diskusi ini dapat menghasilkan rekomendasi praktis bagi media siber, kreator konten, dan regulator, sehingga tercipta ekosistem media digital yang sehat, edukatif, dan bertanggung jawab. Rekomendasi hasil diskusi direncanakan akan disampaikan kepada Dewan Pers, Kementerian Kominfo, dan lembaga hukum terkait.(Ft)










