Kita Semakin Jauh Dari Pasar Lokal

Reporter:

Makassar ~ Mungkin sudah dua belas (12) tahun lalu—- saat saya dan kawan-kawan ‘AcSI singkatan dari: Active Society Institute’ menemani Daeng Nur—- memprotes cara pemerintah Kota Makassar, memperlakukan Pedagang Perempuan Pasar Lokal Induk Terong – Tipe A ini. Konflik yang memanas antara pedagang-pedagang pasar lokal induk Terong dengan pemerintah kota Makassar—- berimplikasi bukan hanya tekanan mental, tetapi telah sampai pada sikap barbarian pengelola pasar lokal: melukai perempuan.

Daeng Nur—- adalah pedagang sendal dan tas di Sektor Tangga Selatan Pasar Lokal Induk Terong dan anggota ‘SADAR singkatan dari: perSAudaraan peDagang pAsar teRong.’ Tangannya dipatahkan oleh salah satu kroni pemerintah kota Makassar—- saat itu sedang gencar-gencarnya mengancam dan menindak keras pedagang-pedagang menolak diatur secara paksa. Ruang dialog bersama untuk menata pasar lebih baik seperti barang mahal sungguh sulit ditempuh oleh: Perumda Pasar Makassar. Mereka hanya tahu cara menggusur dan membongkar paksa lapak-lapak pedagang kecil. Mereka tak terbiasa dan tidak terlatih mencari jalan keluar bersama-sama.

Ketiadaan kesabaran menempuh jalan panjang pengorganisasian pedagang demi penataan pasar lokal, agar diminati pembeli merupakan watak memerintah di kota Makassar. Sialnya, mental seperti ini masih terus bersemayam pada diri pengelola, walaupun direkturnya bergonta-ganti di setiap waktu. Orang-orang baru memimpin pasar lokal dengan isi kepala kosong dan kemalasan akut untuk belajar, serta ketiadaan keberpihakan kepada orang-orang kecil di pasar lokal—- menjadi fenomena politik rutin di arena pasar rakyat.

Sayangnya, pembiaran, ketidakpedulian, atau perlakukan kasar kepada pedagang pasar lokal ini bukan cuma diwakili pemerintah, tapi juga sudah termasuk kebanyakan kita, warga Kota Makassar.

BACA JUGA:  Minggu Kasih Polda Sulsel Sasar warga Barombong

“Masihkah kita datang ke pasar lokal se-rutin satu dua dekade sebelumnya?”

“Masihkah kita berbelanja sebanyak mungkin kebutuhan hidup kita di pasar lokal?”

“Masihkah kita mau merasakan bahwa di balik interaksi ekonomi antara pedagang dan pembeli ada hubungan kemanusiaan yang intim antara kita dengan pedagang dan antar sesama pedagang?”

Sayangnya, kita pun juga telah begitu jauh dari para pedagang. Kita sudah kelewatan turut membiarkan, mengabaikan dan berlaku kasar kepada keluarga-keluarga pedagang yang sungguh hidupnya bergantung pada keberadaan kita datang berbelanja di pasar lokal.
Tidak berbelanja di Pasar Lokal Induk Terong – Tipe A dan pasar-pasar lokal lainnya di kota Makassar—– ITULAH KITA!

“Rampea golla, nakurampeki kaluku.” —– artinya: Sampaikan tentang diriku semanis gula aren, akan kuberitakan perihal dirimu segurih kelapa—- Ungkapan Bijak Masyarakat Sulawesi Selatan.

Sumber tulisan: Ishak Salim —– Peneliti dan Dosen di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.”Terima kasih.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *