Pungli Terbongkar, Kepala SMAN 1 Kampak Dicopot: Suara Perlawanan Siswa Menggema hingga Tulungagung

Trenggalek,-Aksi berani ratusan siswa SMAN 1 Kampak, Kabupaten Trenggalek, melawan praktik pungutan liar (pungli) akhirnya membuahkan hasil. Setelah hampir tiga minggu polemik bergulir, Dinas Pendidikan Jawa Timur secara resmi mencopot Bahtiar Kholili dari jabatannya sebagai Kepala Sekolah pada 10 September 2025. Keputusan ini diumumkan setelah melalui rangkaian sidak, rapat dengar pendapat, dan tekanan publik yang tak kunjung reda.
26 Agustus 2025 → Ratusan siswa SMAN 1 Kampak menggelar aksi demonstrasi menolak iuran bulanan Rp65 ribu serta sumbangan awal minimal Rp500 ribu. Mereka menilai pungutan ini tidak transparan, membebani, dan disamarkan sebagai “sumbangan sukarela.”
27 Agustus 2025 → Wakil Ketua DPRD Jatim, Deni Wicaksono, melakukan inspeksi mendadak ke sekolah. Ia menemukan pungutan tersebut bersifat wajib.
8 September 2025 → DPRD Jatim menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) menghadirkan Kepala Sekolah, Komite Sekolah, dan Dinas Pendidikan Jatim. Fakta-fakta pungli terbuka di forum publik.
10 September 2025 → Dinas Pendidikan Jatim resmi mencopot Bahtiar Kholili, dan menunjuk Leif Sulaiman, Kepala SMAN 1 Trenggalek, sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala SMAN 1 Kampak.
Wali murid menyambut lega keputusan tegas tersebut.
“Ini bukti keberanian siswa didengar. Mereka berjuang melawan pungutan yang tidak adil, dan akhirnya pemerintah bertindak,” ujar,salah satu wali murid asal Kampak.
Tokoh masyarakat Trenggalek, ST, menambahkan:
“Peristiwa ini harus jadi alarm keras bagi sekolah lain. Jangan ada lagi pungutan liar yang disamarkan dengan istilah sumbangan.”
Aktivis Lokal Angkat Bicara
Bambang, warga Kampak Trenggalek, menilai aksi siswa adalah momentum penting.
“Langkah Dinas Pendidikan Jatim mencopot kepala sekolah memang sudah tepat. Tapi jangan berhenti di situ. Harus ada pengawasan serius agar praktik pungli tidak berulang. Apa yang dilakukan anak-anak Kampak adalah keberanian luar biasa, dan itu membuka mata kita semua,” tegas Bambang.
Dari Tulungagung, Ardi, warga Beji yang tinggal dekat kawasan lembaga SMA dan SMK, ikut memberikan pandangan.
“Kasus Kampak hanyalah satu contoh. Jangan sampai pungutan liar berkedok sumbangan menjadi budaya di sekolah-sekolah. Pemerintah harus benar-benar turun tangan mengawasi. Kalau tidak, korban berikutnya bisa muncul di daerah lain,” ujar Ardi.
Kasus ini juga menjadi perhatian masyarakat Tulungagung. Banyak orang tua menilai bahwa keberanian siswa Kampak adalah inspirasi.
“Kalau dibiarkan, sekolah lain bisa meniru pola yang sama. Pengawasan harus ketat dan berkelanjutan,” kata bagus, warga Boyolangu, Tulungagung.
Dengan keputusan pencopotan pada 10 September 2025 dan publikasi berita pada 21 September 2025, kasus SMAN 1 Kampak kini menjadi simbol perlawanan siswa terhadap pungli di sekolah negeri. Suara mereka menggema hingga ke daerah tetangga, sekaligus menjadi ujian besar bagi transparansi dan integritas dunia pendidikan Jawa Timur.(Ft)