Jadi Wartawan Harus Bernyali,Dan Punya Etika profesi…,”

Opini Inspirasi
Penulis : Rustan Batas Kalbar

Kalbar ~ Pada tanggal 21 Juni pada 98 tahun yang lalu (21 Juni 1925), koran “Thanh Nien” (Pemuda), yang didirikan oleh Pemimpin Nguyen Ai Quoc, menerbitkan edisi pertama, menandai lahirnya jurnalisme revolusioner Vietnam. Selama hampir satu abad, berbagai generasi jurnalis dengan tenaga dan kecerdasannya telah memberikan kontribusi penting pada usaha perjuangan untuk merebut kemerdekaan bangsa serta usaha pembelaan, pembangunan dan pengembangan Tanah Air

Pers di Era Kolonial (tahun 1744 sampai awal abad 19). Pada mulanya pemerintahan kolonial Belanda menerbitkan surat kabar berbahasa belanda kemudian masyarakat Indo Raya dan Cian juga menerbitkan suratkabar dalam bahasa Belanda, Cina dan bahasa daerah.

Dalam era ini dapat diketahui bahwa Bataviasche Nuvelles en politique Raisonnementen yang terbit pada Agustus 1744 di Batavia (Jakarta) merupakan surat kabar pertama di Indonesia.

Namun pada Juni 1776 surat kabar ini dibredel. Sampai pertengahan abad 19, setidaknya ada 30 surat kabar yang dterbitkan dalam bahasa Belanda, 27 suratkabar berbahasa Indonesia dan satu surat kabar berbahasa Jawa. (Kompasiana: Pers Indonesia dari Masa ke Masa.”

Pers di masa Penjajahan Jepang (1942-1945). Pada masa Jepang pers Indonesia tertekan. Surat kabar yang beredar pada zaman penjajahan Belanda dilarang beredar.

Jepang mendirikan Jawa Shinbun Kai dan cabang kantor berita Domei dengan menggabungkan dua kantor berita yang ada di Indonesia yakni Aneta dan Antara.Selama masa ini, terbit beberapa media (harian), yaitu: Asia Raya di Jakarta, Sinar Baru di Semarang, Suara Asia di Surabaya, Tjahaya di Bandung. (Kompasiana: Pers Indonesia dari Masa ke Masa 25 September 2012)

BACA JUGA:  Urai Kemacetan, Pemkab Gowa akan Buat Jalan Alternatif Pangkabinanga - Poros Pallangga

Pers dimasa Orde Lama atau Pers Terpimpin (1957-1965). Lebih kurang 10 hari setelah Dekrit Presiden RI menyatakan kembali ke UUD 1945, tindakan tekanan pers terus berlangsung, yaitu pembredelan terhadap kantor berita PIA dan surat kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia, dan Sin Po dilakukan oleh penguasa perang Jakarta.

Awal 1960 penekanan kebebasan pers diawali dengan peringatan Menteri Muda Maladi bahwa “langkah-langkah tegas akan dilakukan terhadap surat kabar, majalah-majalah, dan kantor-kantor berita yang tidak menaati peraturan yang diperlukan dalam usaha menerbitkan pers nasional”. Masih tahun 1960 penguasa perang mulai mengenakan sanksi-sanksi perizinan terhadap pers.

Tahun 1964 kondisi kebebasan pers makin buruk: digambarkan oleh E.C. Smith dengan mengutip dari Army Handbook bahwa Kementerian Penerangan dan badan-badannya mengontrol semua kegiatan pers. Perubahan ada hampir tidak lebih sekedar perubahan sumber wewenang, karena sensor tetap ketat dan dilakukan secara sepihak.

Aspirasi perjuangan wartawan dan pers Indonesia memperoleh wadah dan wahana yang berlingkup nasional pada tanggal 9 Februari 1946 dengan terbentuknya organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang dibentuk sekelompok aktivis wartawan yakni Sumanang Surjowinoto sebagai Ketua dan Sudarjo Tjokrosisworo sebagai sekretaris serta komisi anggota diataranya, Sjamsuddin Sutan Makmur (Harian Rakjat, Jakarta), B.M. Diah (Merdeka, Jakarta), Abdul Rachmat Nasution (kantor berita Antara, Jakarta),

Kelahiran PWI di tengah kancah perjuangan menjadikan wartawan Indonesia semakin teguh dalam menampilkan dirinya sebagai ujung tombak perjuangan nasional.

Atas perjuangan para wartawan pejuang, pemerintah memberikan penghargaan dengan menjadikan 9 Februari menjadi Hari Pers Nasional bersdasarkan Keputusan Presiden Nomor 5 pada tahun 1985. Keputusan ini menyatakan bahwa pers nasional Indonesia mempunyai sejarah perjuangan dan peranan penting dalam melaksanakan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila. Selain itu Dewan Pers kemudian menetapkan Hari
Pers Nasional dilaksanakan setiap tahunnya secara bergantian di ibu kota provinsi se-Indonesia.

BACA JUGA:  Operasi Pekat I Tinombala-2024, Kapolda Sulteng: Harkamtibmas Jelang Idul Fitri 1445 H

Pers di era Demokrasi Pancasila dan awal Orde Baru. Pemerintah sangat menekankan pentingnya pemahaman tentang pers pancasila. Hakikat pers pancasila adalah pers yang sehat, yakni pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat dan kontrol sosial yang konstruktif

Perlunya wartawan di jaman modern seperti saat sekarang ini punya peranan penting untuk menjaga kode etik profesi,bukan cuman keberanian tapi harus diingat tentang kode etik profesi wartawan,dan membangun ke mintraan di seluruh intasi pemerintah pusat maupun daerah, seluruh wilayah Indonesia.

Mungkin Anda juga menyukai